ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DHF
(DENGUE HAEMORAGIC FEVER)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (Christantie Effendy, 1995). DHF selama tiga abad terakhir ini diketahui terjadi di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang di seluruh dunia. Kejadian Luar biasa (KLB) penyakit dengue serupa dengan DHF yang dicatat pertama kali terjadi di Australia tahun 1897. Penyakit perdarahan serupa juga berhasil dicatat pada tahun 1928 saat terjadi di Yunani dan kemudian Taiwan tahun 1931. Epidemi DHF pertama yang berhasil dipastikan, dicatat di Filipina antara 1953-1954. Selanjutnya, KLB besar DHF yang mengakibatkan banyak kematian terjadi di sebagian besar negara Asia Tenggara, termasuk India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Sri Lanka dan Thailand, juga di Singapura, Kamboja, China, Laos, Malaysia, Kaledonia Baru, Palau, Filipina, Tahiti dan Vietnam di wilayah Pasifik barat. Selama 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan yang tajam pada insidensi dan penyebaran DHF secara geografis dan di beberapa negara Asia Tenggara, sekarang epidemi terjadi setiap tahun (Herdiansyah, 2009).
DHF tersebar luas di seluruh Indonesia meliputi semua propinsi yang ada. Indonesia penyakit DHF pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang penduduknya padat, namun spesies ini juga ditemukan di daerah pedesaan. Pada tahun 2004 merebaknya penyakit Dengue Haemoragic fever (DHF), dengan jumlah kasus yang cukup banyak. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun 2004 total kasus DHF di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%).
Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta (11.534 orang) sedangkan CFR tertinggi terdapat di Propinsi NTT (3,96%) (Kristina dkk, 2004). Penyakit DHF pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk dan kurangnya perilaku hidup sehat dalam pencegahan DHF (Herdiansyah, 2008).
Sebagai kalangan mahasiswa kesehatan selayaknya mengetahui bahaya dengue haemoragic fever (DHF) bagi kehidupan orang dewasa dan khususnya pada anak-anak yang bisa mempengaruhi kesehatan mereka sendiri. Sebagai mahasiswa kesehatan sepatutnya mampu mengidentifikasi tanda dan gejala dari dengue haemoragic fever (DHF) serta dapat bertindak dalam memberikan pelayanan terbaik pada klien anak yang menderita dengue haemoragic fever (DHF) khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan di rumah sakit.
1.2 Rumusan Masalah
Apa serta bagaimana peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien anak dengan dengue haemoragic fever (DHF) ?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Menjelaskan apa dan bagaimana peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien anak dengan dengue haemoragic fever (DHF).
Tujuan Khusus :
1. Dapat menjelaskan konsep dari dengue haemoragic fever (DHF).
2. Dapat menjelaskan etiologi dari dengue haemoragic fever (DHF).
3. Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala dari dengue haemoragic fever (DHF).
4. Dapat menjelaskan pengaruh dan komplikasi dengue haemoragic fever (DHF).
5. Dapat menjelaskan patofisiologi dari dengue haemoragic fever (DHF).
6. Dapat menjelaskan dan menganalisis problem tree dari dengue haemoragic fever (DHF) sampai munculnya masalah keperawatan.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan akan memberikan tambahan wawasan, ilmu, bahan kajian, dan informasi yang dapat dijadikan masukan bagi pembaca khususnya bagi para mahasiswa keperawatan mengenai dengue haemoragic fever (DHF) dalam pemberian asuhan keperawatan serta di harapkan akan dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit.
BAB 2
KONSEP PENYAKIT
2.1 Pengertian DHF
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina) (Christantie Effendy, 1995).
Demam dengue adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan remaja atau orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenioa dengan/tanpa ruam, dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mat, gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringandan petekiie spontan (Mansjoer, 2001).
2.2 Etiologi
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
2.3 Tanda Dan Gejala
1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6. Sakit kepala.
7. Pembengkakan sekitar mata.
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
2.4 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1. Perdarahan luas.
2. Shock atau renjatan.
3. Effusi pleura
4. Penurunan kesadaran.
2.5 Klasifikasi DHF
1. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positif, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
3. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
4. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba.
2.6 Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
2.8 Penatalaksanaan
a. Tirah baring.
b. Pemberian makanan lunak.
c. Pemberian cairan melalui infus.
d. Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
e. Pemberian obat-obatan : antibiotik, antipiretik dan anti konvulsi jika terjadi kejang
f. Observasi tanda-tanda vital.
g. Observasi adanya tanda-tanda renjatan.
h. Observasi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i. Periksa HB, HT, dan trombosit setiap hari.
2.10 Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stres tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi :
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
e. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya
f. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri
g. Selalu ingin tahu alasan tindakan
h. Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua :
a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak
b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER
3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa ( Effendy, 1995 )
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara spesifik.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegipty.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
7. Riwayat Tumbuh Kembang.
3.1.1 Pengkajian Persistem :
Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat terjadi DSS.
Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya ciran intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun/anoreksia.
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dnegan penurunan faktor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ).
6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses viremia.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kondisi fisik, kelemahan fisik.
8. Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan perdarahan.
9. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan ekstravaskuler
10. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh/ hipertermi, dampak dari hospitalisasi.
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 dan nyeri otot hilang.
Intervensi :
a. Beri kompres dingin
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara konduksi.
b. Berika / anjurkan klien anak untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
c. Anjurkan klien anak untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum klien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi klien anak dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu tubuh klien.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria hasil :
Input dan output seimbang
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada tanda presyok
Akral hangat
Capilarry refill (CRT) < 3 detik
Intervensi :
a. Observasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering.
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill tiap 3 jam/lebih sering.
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi ).
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian cairan intravena.
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.
3. Resiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Observasi keadaan umum klien anak tiap 3 jam/lebih sering.
Rasional ; Untuk memonitor kondisi klien anak selama perawatan terutama saat terjadi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih.
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok
c. Jelaskan pada klien anak dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan.
Rasional : Dengan melibatkan klien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian cairan intravena.
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi dengan team laborat dalam pemeriksaan HB, PCV dan trombo.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami klien anak dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
4. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun/ anoreksia.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
Kriteria :
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan klien.
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan ).
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
5. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah ( trombositopeni ).
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria :
TD 100/60 mmHg.
N: 80-100x/menit regular.
Pulsasi kuat.
Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
b. Pantau trombosit setiap hari.
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami klien anak.
c. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest ).
Rasional : Aktifitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
d. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan klien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.
e. Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
3.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan adalah:
1. Suhu tubuh dalam batas normal.
2. Intake dan out put kembali normal / seimbang.
3. Pemenuhan nutrisi yang adekuat.
4. Perdarahan tidak terjadi / teratasi.
5. Pengetahuan keluarga bertambah.
6. Shock hopovolemik teratasi.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada klien anak yang mengalami dengue haemoragic fever (DHF) merupakan bentuk asuhan keperawatan kompleks yang melibatkan aspek biologis, psikologis dan sosial dalam proporsi yang cukup besar ke seluruh aspek tersebut perlu benar-benar diperhatikan sebaik-baiknya.
Asuhan keperawatan yang paripurna harus dilaksanakan dengan kompeten dan professional agar dapat memcapai tingkat homeostatis maksimal bagi klien anak. Manajemen keperawatan harus benar-benar ditegakkan untuk membantu klien anak mencapai tingkat optimalisasi dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit dengue haemoragic fever (DHF).
4.2 Saran
Untuk menjadikan makalah ini menjadi makalah yang sempurna maka harus disertai saran-saran yang bersifat mendorong dan membangun, saran - saran itu antara lain :
1. Kita hendaknya lebih memahami tentang dengue haemoragic fever (DHF) dalam meningkatkan pelayanan pada penderita khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan.
2. Kita hendaknya mampu dan mau mempelajari makalah “Asuhan Keperawatan Anak Dengan DHF”, demi untuk menambah pengetahuan dibidang ilmu keperawatan khususnya, dan dibidang pelayanan dan pemberian asuhan keperawatan pada umumnya.
Demikian saran dari kami semoga apa yang kami suguhkan dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan DHF. http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/02/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html. (akses tanggal 25 Maret 2010).
Carpenito, Linda Juall. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Ed. 10. Jakarta : EGC.
Effendi, Christantie (1995). Perawatan Pasien DHF. Jakarta : EGC, hal 1-8
Harnawatiaj. (2008). Askep DHF. http://www.harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/-askep-dhf/-88k. . (akses tanggal 25 Maret 2010).
Herdiansyah (2008). http://www.Puskesmas Arosbaya Asuhan Keperawatan pada pasien DHF.htlm. (akses 26 Maret 2010).
Indonesian nurse. (2008). Asuhan Keperawatan Anak dengan Demam Berdarah Dengue. http://indonesiannursing.com/2008/09/29/asuhan-keperawatan-anak-dengan-demam-berdarah-dengue/. (akses tanggal 25 Maret 2010).
Mansjoer Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, -Ed.03-. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius, hal 419-422
Marlyn E Doenges,. (2001), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC.
Ncithea. (2008). Asuhan Keperwatan Pada Anak Dengan DHF. http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_6163.html. (akses tanggal 25 Maret 2010).
Sudrajat. (2008). Askep Anak Dengan DHF. http://kusuma.blog.friendster.com/2008/10/askep-anak-dengan-dhf/. (akses tanggal 25 Maret 2010).